Ditulis oleh: Abelina Nailah Azzahra | santri KMI ULYA 1 dalam memenuhi tugas Literasi Libur Semester Ganjil
Tentang kisah jatuh dan bangkit di jalan yang kutempuh. Yaitu, tangis dan senyum kebanggaanku kala menjagamu, menghafalkanmu, dan mempertahankanmu.
Ini semua berawal dari misi kedua orangtuaku, yang mana mereka mengantarku ke sebuah taman kanak-kanak yang pengajarannya berbasis Al-Qur`an. Tentu didalamnya ada pengajaran yang dinamakan hafalan Quran. Kegiatan ini tak lain adalah menghafal Al-Qur`an itu sendiri. Kumulai dari menghafalkan juz `amma, proses itu kulalui dengan gembira pada masa itu. Selang beberapa tahun setelahnya, aku pernah vakum dari menghafal Qur`an selama 1 tahun, kala itu umurku menginjak 6 tahun. Segala upaya dikerahkan orang tuaku untuk mengembalikan ghirahku, hingga mereka memilihkan untukku sebuah sekolah swasta yang menjadikan hafalan Qur`an sebagai kurikulum unggulannya. Tak cukup disitu, orang tuaku pun mengikut sertakanku pada sebuah kegiatan pesantren kilat pada hari sabtu dan minggu.
Sebagai anak yang tak berani menyanggah segala titah orang tua, pada akhirnya sebuah kesimpulan kudapat sebagai anak umur 9 tahun, mereka ingin aku jadi hafizhah Qur`an. semenjak itu, aku yakin saran dan arahan kedua orang tuaku demi kebaikanku semata. Puncaknya pada petunjuk orang tuaku agar aku lebih intensif dalam menghafal Al-Qur`an. Mereka menaruhku disebuah ma`had tahfizhul Qur`an, dan hampir keseluruhan kisah perjuanganku terukir disana.
Aku yang terbilang pemula dalam menghafal Al-Qur`an, Langkah pertama yang harus kutempuh tak lain adalah membenahi caraku dalam membaca Qur`an. Dari lembaga inilah, kuperoleh dasar-dasar ilmu tajwid dan tahsin. Pada awalnya, menghafal Qur`an terasa begitu berat dan sulit, begitu mindset yang tertanam di otakku. Dengan segala target dan dorongan, sedikit demi sedikit akhirnya kujalani, ada kalanya jenuh dan malas, ada kalanya penuh semangat dan terburu-buru. Itulah semangat, kadang up dan juga down. Oleh karna itu, jangan sia-siakan semangat yang sedang menghinggapi ragamu. Manfaatkan hal itu untuk segala hal baik yang mendatangkan pahala dan manfaat bagi orang lain.
Untuk jenjang sekolah dasar, diwajibkan mencapai target hafalan 10 juz untuk kelulusannya. Kalimat itu yang senantiasa digaungkan Lembaga tersebut. Dengan segala ketakutan dan rasa was-was kucapai target hafalan 10 juz itu. Kebaikan itu awalnya muncul karena paksaan, begitu pesan ibuku.
Kala itu aku sering kesulitan dalam menghafal Al-Qur`an. Banyak lubang di jalanku, mulai dari kesulitan untuk menambah hafalan 1 halaman per hari. Setiap hafalanku bertambah banyak, semakin banyak pula hafalan yang hilang. Dengan susah payah, kusatukan kembali hafalan yang telah berserakan tersebut. Tak jarang pula, guru tahfidzku memanggilku dan memberikan petuah-petuah sengitnya. Karena tekad, usahaku terjawab. Sedikit demi sedikit memori-memori itu kembali. Membuatku dihinggapi rasa lega serta bangga. Hari-hari terus kujalani dengan menghafal Al-Qur`an. Bukan berarti, aku telah mencapai 30 juz. Meskipun telah lama aku bekecimpung dalam bidang ini, tetap saja ada kesulitan dan gangguan yang menjadi penghalang jalanku. Konsistensiku benar-benar dipertaruhkan, akankah ku tetap bertahan atau menyerah sebelum sampai finishnya
Sepertinya, Allah tak ingin diriku lalai dan bangga. Sepulang dari libur kenaikan, banyak dari hafalan Qur`anku yang terlupakan sebab kelalaianku. Kembali kuulang, bahkan tak hanya memuroja`ah saja. Aku harus menyetorkan ulang beberapa juz, selaiknya ziyadah, hal seperti ini sungguh kurang lazim. Karena aku masih melanjutkan masa pendidikanku di Lembaga yang sama.
Kali ini aku menang dalam melawan nafsuku. Target memuaskan kucapai, sedikitnya 22 juz tercapai dengan nilai yang terbilang bagus. Nampaknya orang di sekelilingku mulai menaruh harapan pada ku, terlebih orang tuaku. Mereka memintaku untuk segera menyelesaikan hafalan Qur`anku. Gayung kusambut. Kubuktikan usahaku saat liburan sekolah, kuperoleh hasil walau hanya 1 juz. Tetapi,takdir Allah berkata lain, Ia datangkan cobaan penguji keistiqomahanku. Terdapat sebuah kebijakan yang menjadikanku tak segera melanjutkan studi di jenjang menengah atas.
Kebijakan itu diputuskan dengan syarat aku harus tetap memepertahankan segala ilmu yang telah kudapat serta mengkhatamkan Al-Qur`an 30 juz. Sekali lagi, itu cobaan walau membahagiakan. Awalnya saja aku terlihat berambisi, dan seolah-olah mampu melaluinya. Naas, belum usai bulan ketiga kulalui hari-hari di rumah. Semuanya terbengkalai, hariku seakan penuh hal tak berfaedah. Dalam 1 minggu bisa saja 3 kali atau bahkan hanya 1 kali saja aku membaca Qur`an.
Tersisa semangat tanpa tekad di dalam sanubari. Allah tak membiarkanku, Ia tunjukkan jalan kemudahan, salah seorang guruku membuat halaqah Qur`an dan ilmu diin, dan aku salah satu pesertanya. Di tempat inilah semangatku kembali di pompa, perlahan kebiasaan harianku terbangun kembali, termasuk didalamnya setor-menyetor antar diriku dan temanku, baik daring maupun offline
Dalam lingkup kehidupan Qur`ani saja, semangat dan juga tekad dapat pasang dan surut apabila tak didukung lingkungan yang kondusif. Begitu juga diriku, keputus asaan telah mengelabui. Sebab tak ada restu untuk melanjutkan studi Qur`an di kota Surakarta.
Sekali lagi Allah tak membiarkanku, terus terlena. Ditunjukkan padaku sebuah madrasah jenjang `aliyah tahfizhul Qur`an. Kuyakin, disinilah kelak impianku tercapai. Ya, sebuah ma`had yang bernama MTQ An-Nisa. Kubangun kembali semangat yang sedikit memudar. Tak luput pula usaha yang kuupayakan, sebagai seorang muslim, ku tak ingin terjatuh di lubang yang sama untuk kebeberapa kalinya.
Semangat ini masih sangat menggelora, terlebih dengan kehadiran insan-insan mulia di sekitarku, yang senantiasa memotivasiku, mempacu gerak lajuku. Kami bergerak dengan langkah dan cita yang selaras, menjadi manusia-manusia pilihan, yang Al-Qur`anlah temannya, dan Allah-lah keluarganya.Hingga detik ini pun perjuanganku belumlah usai. Kumohon, panjatkanlah do`a terbaik untuk dirimu dan juga diriku. Mohonlah keistiqomahan dalam membersamai Al-Qur`an hingga hembusan nafas terakhirmu. Cukup sampai disini kisah yang dapat kutorehkan, semoga allah senantiasa melimpahkan taufiq dan hidayah bagi siapapun yang meluangkan waktunya untuk membaca kisahku.