Ditulis oleh: Jihan Karimah | santri KMI ULYA 2 dalam memenuhi tugas Literasi Libur Semester Ganjil
Aku adalah anak ketiga dari 3 bersaudara, kedua abangku Alhamdulillah telah menyelesaikan hafalannya. Inilah yang menjadi salah satu motivasiku, tinggal aku yang belum juga patokan si bungsu adalah bagaimana kakaknya, aku harus bisa sehebat dia, tidak ingin dipandang beda oleh orangtua, dll.
Saat umurku 4 tahun demi mencari lingkungan yang baik, umi dan ayah berunding hingga muncul ide untuk membangun sekolah sendiri. Bersama timnya berdirilah TK KHOIRU UMMAH dan SDI KHOIRU UMMAH. Di TK itu baru hafalan juz 30 yang kuhafal. Seperti yang lain aku pun masih terbalik-balik jika membaca surat Al-Falaq dan An-Naas. Melanjutkan di SD bersama teman-teman yang hebat, aku menyelesaikan 5 Juz dari belakang, yang lain ada juga yang selesai 6 juz. Kemudian SMP, menurut Umi SMP itu masih belum bisa dilepas, dibangunlah lagi SMPI KHOIRU UMMAH. Dengan 8 kawanku yang lain, disini Alhamdulillah kudapatkan 12 juz dari depan. Jenjang SMA, apakah SMA KHOIRU UMMAH juga? Tidak. Jenjang selanjutnya Umi menempatkanku di MTQ ANNISA, ya disinilah aku. Baru setahun Alhamdulillah kini sedang aku hafalkan juz 17. Do’akan bisa khatam sebelum lulus ya teman-teman:).
Sesama penghafal Al-Qur’an kita pasti pernah ngerasa “Kenapa sih susah banget!!”. Nggak masuk-masuk hafalannya, padahal sudah dibaca berulang-ulang. Dan ketika itu aku pernah karena terlalu kesalnya, niat ingin menandai yang salah, karena terlalu emosi aku menekan pensilku terlalu keras hingga halaman juz 13 ku terdapat coretan panjang dan sedikit lubang. Melihatnya sekarang, aku menyesal kenapa dulu nggak langsung aku tutup ya Qur’annya? Belajar dari kejadian itu setiap sedang malas atau tidak mood untuk menghafal aku alihkan dengan membaca kisah-kisah dalam Al-Qur’an, menulis, dll.
Selain susah, pasti pernah bosan. Di Ma’hadku setiap semester kita ada UTS baik untuk tahfizh maupun akademi. Posisi ketika itu aku sudah lebih dari target yang harus dicapai untuk UTS, sebenarnya ingin sudah ujian ketika nanti yang lain UAS tapi apa daya aku belum siap. Akhirnya aku datang ke Ustdzah Izzah meminta ijin ujian setelah UTS, karena sudah melebihi target Beliau mengizinkan. UTS telah kuselesaikan dan hafalanku bagai tumbuhan yang tercabut, aku harus menunggu dengan usaha memberi air dan pupuk setiap hari tuk menumbuhkan daun dan akarnya. Bulan demi bulan ku muroja’ah hingga datang rasa lelah “Ya Allah, capek.. Ini tadi sudah salah kenapa salah lagi!”. Air mata terus mengalir, dada sesak , ingin rasanya bisa lancar ziyadah setiap hari kayak teman-teman tapi apa daya aku belum UAS. Setiap hari isinya cuma muroja’ah, muroja’ah, muroja’ah. Bersama mata bengkak dan air mata yang terus mengalir kuambil spidol terdekat dan aku menulis di papan gazebo dekat kolam “Semua butuh perjuangan termasuk menghafal kalam-Nya”, dibawahnya kutulis 20-05-22/ 13. 36.
Dan setelah satu setengah tahun aku jalani di pondok, kata-kata itu terbukti, aku melihat temanku yang karir 2x ketika UAS tahfizh matanya sudah bengkak karena sudah karir disuruh karir lagi, mungkin lelah tapi harus tetep diulang lagi entah sampai keberapa kali. Ya Allah sangat besar perjuangan kami dalam menghafal kalam-Mu, ada waktu yang kami berikan, ada air mata yang mengalir, dada yang sesak karena rindu dengan keluarga, karena itu mudahkanlah kami Ya Allah, agar hafalan ini tidak hanya di mulut saja namun juga masuk kedalam hati dan perilaku kami sehari-hari.
Setiap dari kita pasti memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam menghafalkan Al-Qur’an. Ada yang ingin memberikan mahkota dan baju kebesaran untuk orang tuanya di surga, ada yang ingin menjadi Hamilul Qur’an (orang yang mempelajari,mengamalkan,dan mengajarkan), ada yang ingin bisa menggapai surga tertinggi dengan hafalannya, dsb. Bagaimana dengan motivasiku? Ya, semua itu juga menjadi semangatku. Namun aku teringat Umi, suatu hari setelah menghafalkan satu halaman dalam Al-Qur’an beliau mengatakan, “Masa Ummi dapat mahkota dari anak-anak Umi, tapi Umi nggak memberi mahkota ke Mbah Uti? Makanya sekarang Umi ngajar tahfidz juga, selain memberikan mahkota ke orang tuanya kita orang tua itu juga tau susahnya anak dalam menghafal Al-Qur’an”. MasyaAllah, kebaikan dan kesadaran itu yang membuat anak ikut semangat dalam menghafal Al-Qur’an. Mendengarkan suara ayah mengaji, aku tertegun bacaan beliau masih banyak yang salah namun dapat mencetak 3 anak yang bacaan makhrajnya bagus dan memiliki banyak hafalan. Pernah juga ketika aku berbincang dengan Umi, tiba-tiba aku menyela, “Aku nggak jadi mondok lah Mii.. Di negri aja..” Abangku yang kedua langsung menyahut “Kamu nggak pingin menyelesaikan hafalanmu ta Rim?” Aku hanya diam, dalam hati ‘Pingin Bang..! Di rumah juga tinggal aku yang belum’.
Dari sini ku simpulkan bahwa dorongan terbesar atau dukungan terkuat seseorang dalam menghafalkan Al-Qur’an adalah keluarganya. Bagaimana keluarganya berinteraksi dengan Al-Qur’an, bagaimana cara mereka murojaah hafalannya, dll. Yang kedua faktor lingkungan, apakah di lingkungan tersebut mereka berlomba-lomba mengkhatamkan Al-Qur’an atau berleha-leha dengan tidak mau ziyadah, itu juga mempengaruhi. Yang ketiga adalah motivasi dalam diri, jika kamu belum menemukan motivasimu dalam menghafal Al-Qur’an sebaiknya carilah dulu atau mungkin kamu bisa mengambil dari motivasi diatas.
Dan ingat! Selesainya ziyadah kita bukan berarti selesai menghafal Al-Qur’an, justru itu adalah awal perjalanan kita dalam menjaga hafalan kita. Selalu perbaharui niat, agar terhindar dari sifat riya’ dan sombong. Semoga Allah muliakan kita dengan Al-Qur’an ini sebagaimana dimuliakannya Malaikat Jibril, Rasulullah SAW, bulan Ramadhan, kota Makkah dan Madinah. Allahumma Alzimnii hifzha kitabika, Ya Allah tetapkanlah aku dalam menghafal kalam-Mu.